Jumat, 15 Agustus 2014

Gubuk Tepi Sungai


Gubuk di pinggiran kali (baca:sungai) di Jakarta mungkin sudah tidak asing lagi. Bagi sebagian orang yang menggantungkan hidupnya di ibu kota, tempat tinggal yang layak sepertinya sangatlah sulit dimiliki. Jangankan untuk memiliki hunian sederhana di atas tanah milik sendiri, menumpang atau menyewa tempat tinggal yang layak pun seakan susah didapat. Alhasil, bantaran kali, kolong jembatan, kolong tol, dan pinggiran rel kereta api pun menjadi solusi daripada tidak memiliki tempat tinggal sama sekali.

Foto ini diambil dalam suatu perjalanan singkat nan padat beberapa waktu yang lalu dalam tugas kantor. Karena tugas sudah selesai dilaksanakan dan waktu keberangkatan pesawat kembali ke Bali agak malam, maka terbersitlah keinginan untuk mencoba hal yang baru yaitu aik kereta api, mengunjungi monumen nasional (monas). Setelah turun di stasiun Juanda, giliran berikutnya adalah jalan kaki menuju monas. Gubuk-gubuk ini adanya di sepanjang kali dekat mesjid raya Jakarta. Ada keinginan untuk melihat langsung ke dalamnya, namun sepertinya kosong karena ditinggal pemiliknya untuk mencari nafkah di Ibu Kota. Mencari sesuap nasi, mungkin kalau punya anak juga untuk biaya sekolah. Prihatin memang jika melihat kondisi masyarakat Indonesia yang hidup di daerah perkotaan. Susah mencari makan, tempat tinggal dan uang. Jadi tenaga kerja kasar atau buruh di Jakarta sepertinya tidak terlalu sulit, namun kembali pada biaya hidup yang lumayan tinggi, maka tetap saja ujung-ujungnya hidup susah.

Tidak terbayang bagaimana kondisi penghuninya saat ada banjir, hujan ataupun membayangkan apa yang terjadi jika ada SatPol PP berusaha menertibkan tempat tinggal kumuh di Jakarta. Tentunya mereka juga akan ikut diberangus. Lalu, dimana mereka akan tinggal? Jujur, sulit membayangkannya. Namun, dari sisi akademisi, tindakan SatPol PP yang menertibkan memang diperlukan. Dengan tinggal di pinggiran kali, sedikit tidaknya pasti akan ada kotoran atau sampah yang dibuang langsung ke dalam kali. Itu termasuk pencemaran. Masyarakat desa yang tidak memiliki keterampilan dan mencoba mengadu nasib ke Ibu Kota juga merupakan beban yang akan menambah carut marut pusat pemerintahan Indonesia. Oleh sebab itu, seharusnya kota-kota yang sudah menjadi ikon negara seperti Jakarta, Denpasar, Yogyakarta, Bandung, Medan dan kota-kota lainnya mulai berbenah diri dengan membatasi urbanisasi dan menggalakkan transmigrasi. Siapapun bisa datang ke kota untuk mencari pekerjaan asalkan memiliki kemampuan. Jika tidak memiliki kemampuan tersebut, pemerintah wajib untuk menyediakan lembaga pelatihan, kemudian memberikan pelatihan kepada masyarakat yang tidak memiliki keterampilan tersebut. Setelah mereka memilikinya, barulah diberikan pilihan antara pulang kembali ke daerah asal atau mencoba peruntungan dengan mengikuti transmigrasi ke daerah yang memungkinkan seperti Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Dengan demikian, maka beban pemerintah di kota akan semakin rendah. Dan untuk mewujudkan kota Jakarta seperti halnya Singapura tentunya bukan hal yang tidak mungkin.

Maju terus Indonesia.

by. Dewa Putu Agus Wahyu Erawan
elangbiru3004@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar